Tuesday, 25 February 2014

laporan kampung naga



MAKALAH SOSIOLOGI
“KEBUDAYAAN MASYARAKAT KAMPUNG NAGA”
SEBAGAI LAPORAN HASIL OBSERVASI

DISUSUN OLEH:
NAMA:

1.      ANISSA PUTRI PRADITA              4441131155
2.      AAB SYIHABUDIN                         4441131277
3.      ARIE NUGRAHA                             4441131274
4.      DIANI LUPITASARI                        4441131264
5.      IIN INDRAWATI                               4441131122
6.      ISMI NURFIRKI                               4441131117
7.      M. HERLIX N. H                               4441131273
8.      OKTA TRI PUTRI                             4441131169

KELAS : 1B

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2013





KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang dengan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Kebudayaan Masyarakat Kampung Naga” ini dengan lancar. Sholawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw dan untuk para keluarga, sahabat dan pengikut - pengikutnya yang setia mendampingi Beliau. Kami menyadari bahwa untuk mencapai hasil yang memuaskan tidaklah mudah, karena keterbatasan kemampuan penulis baik dari segi ilmu maupun literatur, sehingga makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun, kami sangat harapkan untuk menuju ke arah penyempurnaan makalah ini.
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, maka sepatutnya kami menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada:
1.      Ibu Ari selaku dosen Mata Kuliah Sosiologi
2.      Kedua orang tua dan keluarga saya yang memberi motivasi, dorongan, semangat dan do’a yang tidak henti-hentinya.
3.      Rekan - rekan seangkatan atas segala dorongan, saran dan komentar yang diberikan selama pencarian referensi makalah ini hingga penyelesaian makalah ini.
Bantuan dan pengorbanan semua pihak semoga mendapat pahala yang setimpal dari Allah SWT. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dalam mengembangkan  menambah wawasan dan pengetahuan kami. Tidak gading yang tak retak, demikian pula laporan makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.


Serang, Desember 2013

Penulis








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….    ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………  iv
BAB  I. PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang………...…………………………………………...……....  1
1.2.       Perumusan Masalah…………………….………………………………….  1 
1.3.       Tujuan Penulisan…………………………………………………………..  1
1.4.       Manfaat Penulisan…………………………………………………..…….   2
BAB  II. ISI
2.1.       Sejarah Kampung Naga……………………………………..…………….   3
2.2.       Penataan Lingkungan Kampung Naga……………………………………   4
2.3.       Sosial, Ekonomi Dan Budaya…..…………………………………………   9
BAB  III. KESIMPULAN
3.1.       Kesimpulan……………………………………………………………….  14
3.2.       Saran……………………………………………………………………...  14
LAMPIRAN..................................................................................................   15



Bab I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Observasi ini dilakukan untuk melihat secara langsung budaya masyarakat kampung naga, sehingga mahasiswa dapat meningkatkan wawasan tidak hanya di bangku kuliah dengan teori dan konsep, tetapi dapat melihat realitas secara langsung di lapangan, juga diharapkan mampu memilih unsur-unsur kebudayaan dan perilaku masyarakat. Selain itu, mahasiswa mendapat wawasan tentang kondisi fisik, sosial, ekonomi dan penataan lingkungan Kampung Naga.
Seperti diketahui bahwa Indonesia memiliki banyak bentuk masyarakat yang antara satu daerah dengan daerah lainnya memiliki perbedaan masih memegang teguh adat-istiadat dan kebudayaannya dengan sangat baik, salah satunya masyarakat kampung Naga di Tasikmalaya. Namun demikian masyarakat kampung Naga ini tidak menutup diri dari dunia luar walaupun mungkin berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Melihat phenomena ini adalah wajar apabila terdapat keinginan untuk mengenal lebih dekat tentang masyarakat kampung Naga ini, dibidang penataan lingkungan perkampungan. Sehingga dengan fakta tersebut mahasiswa perlu mengetahui keadaan yang ada di masyarakat kampung Naga tersebut.

1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apa saja adat istiadat yang terdapat di Kampung Naga?
1.2.2.  Dengan adanya perkembangan zaman, adakah masalah-masalah sosial yang terjadi?

1.3. Tujuan Makalah
1.3.1.         Pemenuh tugas mata kuliah sosiologi umum.
1.3.2.         Untuk mengetahui sejarah kampung naga.
1.3.3.         Untuk mengetahui kebudayaan masyarakat kampung naga.


1.4. Manfaat Makalah
1.4.1.         Memberi sumber informasi dan bahan acuan mengenai bagaimana kebudayaan masyarakat  kampung naga.
1.4.2.         Memberi informasi mengenai lembaga-lembaga, permasalahan social yang terjadi di kampung naga.


















BAB II
ISI
2.1.         Sejarah Kampung Naga
Sejenak mungkin terlintas dalam pikiran kita, barangkali ketika mendengar nama Kampung Naga. Ternyata bentuk asli dari kampung tersebut sangat berbeda dengan namanya, dan gambaran kita tentang hal-hal yang berbau naga, karena tak satupun naga yang berada di sana. Nama Kampung Naga tu sendiri ternyata merupakan suatu singkatan kata dari Kampung diNa Gawir ( red. bahasa sunda ) yang artinya adalah merupakan kampung yang berada di lembah yang subur.
Kampung Naga adalah  sebuah kampung kecil, yang para penduduknya patuh dan menjaga tradisi yang ada, hal inilah yang membuat kampung ini unik dan berbeda dengan yang lain. Tak salah jika kampung ini menjadi salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia yang patut dilestarikan.
Adapun beberapa versi sejarah yang diceritakan oleh beberapa sumber diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya.
Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga. Namun masyarakat kampung Naga sendiri tidak meyakini kebenaran versi sejarah tersebut, sebab karena adanya "pareumeun obor" tadi. Adapun beberapa versi sejarah yang diceritakan oleh beberapa sumber diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat.
Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.
Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga "Sa Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
            Kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga tidak meninggal dunia melainkan raib tanpa meninggalkan jasad. Di tempat itulah masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga.
Namun masyarakat kampung Naga sendiri tidak meyakini kebenaran versi sejarah tersebut, sebab karena adanya "pareumeun obor" tadi. Pada saat kejadian pareumun obor bermula saat ada segerembolan orang-orang yang dengan sengaja membakar kampung tersebut karena terjadi suatu permasalahan. Kejadian tersebut pula memakan banyak korban.

2.2.         PENATAAN LINGKUNGAN KAMPUNG NAGA
2.2.1.  Letak Geografis
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber iarnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.
 Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda sengked) sampai ketepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Pada seratus anak tangga pertama, kita akan melihat beberapa bangunan permanen dan non permanen rumah masyarakat luar Kampung Naga dan beberapa kios yang menjual suvenir Kampung Naga atau khas Tasikmalaya dan pemandangan deretan pohon bambu, pohon eboni, dan pohon albasia. Seratus anak tangga berikutnya akan menikmati pemandangan alam berupa sawah-sawah dengan aliran-aliran airnya, sedangkan pada seratus anak tangga terakhir, kita dapat melihat beberapa atap rumah adat ciri khas masyarakat Kampung Naga yang seluruhnya berwarna hitam (berasal dari ijuk), aliran dan suara Sungai Ciwulan yang deras, petak-petak sawah, dan bukit Gunung Cikuray (lokasi Kampung Naga berada di lembah Cikuray) yang rindang oleh tumbuhan dan pepohonan. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Adapun batas wilayahnya :
-      Di sebelah Barat adalah hutan keramat (yang didalamnya terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga).
-      Di sebelah Selatan sawah-sawah penduduk
-      Di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gn.Cikuray di daerah Garut.

2.2.2.  Kondisi Fisik
Menurut data dari Desa Neglasari, Struktur tanah pada area kawasan Kampung Naga berbukit-bukit sehingga perkampungan atau pemukiman masyarakatnya dibangun diatas tanah yang tidak rapi dan untuk mencegah kelongsoran dibentuk sengkedan yang terbuat dari bata/batu. Pemukiman pada masyarakat Kampung Naga berbentuk mengelompok  biasanya bentuk pemukimannya dibatasi oleh pagar dari bambu yang memisahkan daerah pemukiman dengan daerah yang dianggap kotor. Baik dari segi bangunan, bahan dan arahnya, pemukiman pada masyarakat Kampung Naga menunjukkan adanya keseragaman. Bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur.Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas 1,5 ha,sebagian besar digunakan untuk perumahan,pekarangan, koam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.

2.2.3.  Pola Pemukiman
Pola pemukiman Kampung Naga merupakan pola mengelompok yang disesuaikan dengan keadaan tanah yang ada dengan sebuah lahan kosong (lapang) di tengah-tengah kampung. Pola perkampungan seperti Kampung Naga bisa jadi merupakan prototype dari pola perkampungan masyarakat Sunda, walaupun di sana sini terjadi perubahan. Adanya kolam, pancuran, saung lisung, rumah kuncen, bale, rumah suci, dan sebagainya, menunjukkan ciri-ciri pola perkampungan Sunda. Demikian juga bentuk rumahnya. Jika dicermati dengan seksama, bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut. 
Masyarakat Kampung Naga membagi peruntukan lahan ke dalam tiga kawasan, yaitu:
1.      Kawasan Suci
Kawasan suci adalah sebuah bukit kecil di sebelah barat pemukiman yang disebut Bukit Naga serta areal hutan lindung (leuweung larangan) persis di tikungan tapal kuda di timur dan barat Sungai Ciwulan. Sebagaimana hutan lindung, Bukit Naga juga sebuah hutan, berupa semak belukar yang ditumbuhi pohon-pohon kecil dan sedang, dan dianggap hutan tutupan (leuweung tutupan atau leuweung karamat). Dalam hutan di Bukit Naga inilah ditempatkan tanah pekuburan masyarakat Kampung Naga, termasuk didalamnya makam para uyut.

2.      Kawasan Bersih
Kawasan bersih bisa diartikan sebagai kawasan bebas dari benda-benda yang dapat mengotori kampung. Baik dari sampah rumah tangga maupun kotoran hewan, seperti kambing,sapi atau kerbau, terutama anjing. Kawasan ini berada dalam areal pagar kandang jaga. Di dalam kawasan bersih, selain rumah, juga sebagai kawasan tempat berdirinya bumi ageung, masjid, leuit, dan patemon.


a. Bumi Ageung
Bumi Ageung (rumah besar), mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan perumahan warga, akan tetapi memiliki fungsi dan arti yang sangat besar. Bangunan ini memiliki sifat sakral, karena dijadikan tempat penyimpanan benda-benda pusaka dan dijadikan tempat tinggal tokoh yang paling tua usianya diantara warga Kampung Naga lainnya, yang dianggap keturunan paling dekat leluhur mereka. Rumah sakral ini terletak pada teras kedua dari bawah. Bangunan ini sangat sunyi dan berpagar tinggi terbuat dari bambu dan dirangkap dengan pagar hidup dari hanjuang.

b. Masjid dan Bale patemon
Masjid dan bale petemon Kampung Naga terletak di daerah terbuka (openspace). Rincinya kedua bangunan tersebut berada di depan lapangan milik warga masyarakat Kampung Naga. Masjid dan bale patemon merupakan dua bangunan yang terletak di kawasan bersih yaitu di sekitar rumah masyarakat. Masjid di Kampung Naga tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat ibadah atau tempat menuntut ilmu agama. Lebih dari itu, fungsi Masjid Kampung Naga juga sebagai tempat awal dan akhir dari pelaksanaan ritual Hajat Sasih. Jadi, selain sebagai fungsi tempat ibadah, masjid juga memiliki fungsi lain yaitu tempat pelaksanaan ritual adat. Sementara bale patemon mempunyai fungsi sebagai tempat musyawarah milik masyarakat Kampung Naga.
c. Leuit / lumbung padi
Leuit (lumbung), merupakan bangunan yang terletak di sekitar perumahan milik warga Kampung Naga. Leuit berfungsi untuk menyimpan padi hasil panenyang disumbangkan warga. Padi-padi tersebut biasa digunakan manakala ada kegiatan-kegiatan baik itu acara ritual maupun yang lainnya misalkan pemugaran Masjid, bale patemon dan sebagainya. Bangunan leuit ditempatkan di sektor perumahan jadi masuk ke dalam kawasan bersih milik masyarakat Kampung Naga. Sebelum padi dimasukkan ke dalam leuit padi dijemur terlebih dahulu sampai kering dan siap untuk ditumbuk.

d. Rumah warga
Ciri khas permukiman Kampung Naga yaitu seluruh bangunan menghadap utara dan selatan. Arah selatan menghadap Sungai Ciwulan dan arah utara menghadap ke arah hutan (bukit Cikuray), sedangkan seluruh muka bangunan (pintu rumah) adalah menghadap arah selatan. Jumlah bangunan masih dimungkinkan bertambah asalkan masih dalam batas-batas wilayah kampung. Penambahan bisa dilakukan ke arah batas timur berupa Sungai Ciwulan, sedangkan untuk batas utara (bukit/hutan), selatan (parit/saluran air), dan barat (parit/saluran air) sudah tidak bisa bertambah karena sudah pada batas maksimal.
Seluruh bangunan, baik rumah, ruang pertemuan, dan mesjid terbuat dari bilik bambu kepang dan sasak. Bilik sasak diutamakan digunakan di ruang dapur. Manfaatnya adalah agar saat memasak dapat mengalirkan udara (ventilasi), selain itu juga berguna dalam keadaan darurat seperti kebakaran karena bilik sasak dapat terlihat dari luar (terlihat ada lobang atau pori-pori). Atap bangunan terbuat dari 2 (dua) lapis, yaitu lapis pertama berasal dari daun alang-alang dan lapis kedua (terluar) terbuat dari ijuk/pohon aren. Lapisan ini dapat bermanfaat dalam penyerapan hawa panas ataupun dingin, selain menyerap asap kompor saat memasak.
Seluruh bangunan rumah memiliki ciri yaitu berupa ”tanda angin”. Tanda ini digantung di pintu depan. Menurut Bapak Ucu ini tanda ini berguna untuk menolak bala atau menolak sesuatu yang buruk/musibah bagi penghuni rumah. Tanda angin yang dipajang di depan rumah berasal dari tumbuh-tumbuhan yang didapatkan dengan beberapa syarat ritual dan dari beberapa tempat. Warna bangunan sebagian rumah adalah berwarna putih yang terbuat dari bahan batu kapur. Seluruh rumah tidak ada yang menggunakan bahan kimia agar dapat mempertahankan sifat alami bangunan rumah. Kampung ini menolak aliran listrik dari pemerintah, karena semua bangunan penduduk menggunakan bahan kayu dan injuk yang mudah terbakar dan mereka khawatir akan terjadi kebakaran.
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurusLokasi sekitar Kampung Naga yang lembab (karena berada di sisi sungai dan lembah) menyebabkan kelembaban yang cukup tinggi sehingga bangunan yang mereka bangun dibuat dengan model panggung yang tingginya sekitar + 50 cm dari tanah. Bentuk rumah ini juga berguna dalam menahan getaran gempa karena lebih fleksibel dan pondasi yang kuat untuk menahan getaran karena berasal dari batu kali.

3.      Kawasan kotor
Yang dimaksud kawasan kotor adalah kawasan yang peruntukkannya sebagai kawasan kelengkapan hidup lainnya yang tidak perlu dibersihkan setiap saat. Kawasan ini permukaan tanahnya lebih rendah dari kawasan pemukiman, terletak bersebelahan dengan Sungai Ciwulan. Di dalam kawasan ini antara lain terdapat pancuran dan sarana MCK, kandang ternak, saung lisung, dan kolam.

a.     Saung lisung/ tempat menumbuk padi
Saung lisung, merupakan tempat masyarakat Kampung Naga menumbuk  padi. Bangunan ini dibuat terpisah dari perumahan, yaitu dipinggir (atau diatas) balong (kolam ikan). Hal ini bertujuan agar limbah yang dihasilkan dari saunglisung yaitu berupa huut (dedak) dan beunyeur (potongan-potongan kecil dari beras) langsung masuk ke kolam dan menjadi makanan ikan. Dengan demikian, praktis limbah yang dihasilkan tidak mengotori sektor bersih (perumahan) milik warga. Demikian juga dengan kandang ternak. Kandang tersebut ditempatkan diatas balong yang langsung bersisian dengan sungai Ciwulan. Limbah yang dihasilkan kandang tersebut ditampung ke balong atau langsung dialirkan kesawah-sawah milik warga.

b.      Pancuran, pacilingan atau tampian
Pancuran, pacilingan atau tampian (jamban) merupakan suatu bangunan yang ukurannya bervariasi antara satu sampai empat meter bujur sangkar. Dinding bangunan tersebut terbuat dari bilahan-bilahan pohon enau atau bambugelondongan yang dirakitkan. Pancuran ini kadang diberi atap (ijuk dan daun tepus) atau dibiarkan terbuka. Airnya dialirkan melalui pipa-pipa yang terbuat dari bambu gelondongan. Ketinggian jatuhnya air ke lantai jamban sekitar 60-100cm. Aliran air yang demikianlah yang dikenal masyarakat Sunda dengan sebutan pancuran. Air pancuran langsung disadap dari selokan air atau lebih langsung lagi dari seke atau sumur (mata air). Pancuran ditempatkan diatas balong-balong dengan ketinggian dari permukaan air balong sekitar 0,25 sampai 0,50 meter. Dengan demikian, semua kotoran langsung jatuh ke dalam balong sebagai makanan ikan dan penyubur lumpur balong. Lumpur balong yang subur ini sekali atau dua kali dalam setahun dialirkan masyarakat ke sawah. Jelasnya balong tersebut memiliki fungsi yang banyak diantaranya adalah: sebagai tempat pemeliharaan ikan, digunakan sebagai tempat MCK, sebagai tempat penghancur kotoran, sebagai penyimpanan pupuk untuk menambah kesuburan sawah-sawah di sekitarnya.

2.2.4.  SUMBER AIR 
Air untuk kebutuhan kampung Naga bersal dari dua sumber yang dialirkan melalui buluh bamboo, air dari mata air di sebelah Selatan kampung digunakan hanya untuk minum dan memasak, sedangkan untuk keperluan
mandi, MCK, wudhu,  berasal dari sungai Ciwulan dan air permukaan yang melewati sawah masuk ke bak – bak penyaringan untuk dialirkan ke bak air wudhu dan jamban.

2.3.         SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA
2.3.1.      Jumlah Penduduk
Penduduk yang menghuni kampung ini sekarang berjumlah 314 orang yang terbagi dalam 109 Kepala Keluarga (KK).
2.3.2.      Sistem Pendidikan ( Ilmu Pengetahuan )
Tingkat Pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai jenjang pendidikan sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi itupun hanya minoritas. Kebanyakan pola pikirnya masih pendek sehingga mereka pikir bahwa buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya pulang kampung juga dan mereka juga terbentur oleh biaya apabila ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Dari anggapan tersebut orang tua menganggap lebih baik belajar dari pengalaman dan dari alam atau kumpulan-kumpulan yang biasa dilakukan di mesjid atau aula.

2.3.3.      Sistem Kemasyarakatan
Kemasyarakatan di Kampung Naga masih sangat lekat dengan budaya gotong royong, hormat menghormati, dan mengutamakan kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi.
Lebih jauh menilik pola hidup dan kepemimpinan Kampung Naga, kita akan mendapatkan dua pemimpin dengan tugasnya masing – masing yaitu pemerintahan desa dan pemimpin adat atau yang oleh masyarakat Kampung Naga disebut Kuncen. Peran keduanya saling bersinergi satu sama lain untuk tujuan keharmonisan warga Sanaga. Sang Kuncen yang meski begitu berkuasa dalam hal adapt istiadat jika berhubungan dengan system pemerintahan desa maka harus taat dan patuh pada RT atau RW, begitupun sebaliknya RT atau RW haruslah taat pada sang Kuncen apabila berurusan dengan adapt istiadat dan kehidupan rohani penduduk Kampung Naga.
Ø  Lembaga Pemerintahan
Sistem kemasyarakatan disini lebih terfokus kepada sistem atau lembaga-lembaga pemerintahan yang ada di Kampung Naga. Ada dua lembaga yaitu :
§  Formal, yang terdiri dari:
·         RT
·         RK / RW

§  Non formal
·         Kudus ( Kepala Dusun )
Ø  Lembaga Adat
Biasanya pemegang jabatan di lembaga adat itu seumur hidup dan apabila pemegang adat tersrbut meninggal maka jabatan tersebut akan diwariskan kepada keturunanya.
 Lembaga adat terdiri dari:
·         Kuncen dijabat oleh Bapak Ade Suherlin yang bertugas sebagai pemangku adat dan memimpin upacara adat dalam berziarah.
·         Punduh dijabat oleh Bapak Ma’mun
·         Lebe dijabat oleh Bapak Ateng yang bertugas mengurusi jenazah dari awal sampai akhir sesuai dengan syariat Islam.
2.3.4.      Sistem Perekonomian Masyarakat Kampung Naga
Dalam sistem perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian dimana mata pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam yaitu:
v  Bertani, menanam padi umur 6 bulan ( 1 tahun 2 kali panen) untuk awal penanaman dimualai pada bulan janli (januari dan juli). Saat penanaman para petani menggunakan 2 pupuk, yaitu pupuk organik dan pupuk kimia.
v  Membuat kerajianan tangan untuk penambahan hasil produksi.
v  Ternak ayam, ikan, biri-biri, kambing.
v  Jualan makanan ringan.
Namun untuk sekarang karena sudah tersentuh arus modernisasi sebagian masyarakat Kampung Naga ada yang merantau ke Jakarta dan Bali menjadi karyawan dan pedagang. Kadang mereka kembali setelah beberapa tahun dirantau atau pada saat idul fitri.

2.3.5.      Kesenian
Di bidang kesenian masyarakat Kampung Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian dari luar Kampung Naga seperti: wayang golek, dangdut, pencak silat, dan kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Terdapat tiga pasangan kesenian di Kampung Naga diantaranya :
  • Terebang Gembrung yang dimainkan oleh dua orang sampai tidak terbatas biasanya ini dilaksanakan pada waktu Takbiran Idul Fitri dan Idul Adha serta kemerdekaan RI. Alat ini terbuat dari kayu.
  • Terebang Sejat, dimainkan oleh 6 orang dan dilaksanakan pada waktu upacara pernikahan atau khitanan massal.
  • Angklung, dimainkan oleh 15 orang dan dilaksanakan pada waktu khitanan massal
2.3.6.      Sistem Kepercayaan ( Religi )
Penduduk Kampung Naga Mengaku mayoritas adalah pemeluk agama islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu.
Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Masyarakat Sanaga pun masih mempercayai akan takhayul mengenai adannya makhluk gaib yang mengisi tempat – tempat tertentu yang dianggap angker.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam (“leuwi”). Kemudian “ririwa” yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut “kunti anak” yaitu mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga

Berikut adalah Upacara Adat  yang masyarakat Kampung Naga sering selenggarakan:

1.    Menyepi
          Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat, selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
2.    Hajat Sasih
          Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
          Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
  • Bulan Muharam untuk menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah ( pada tanggal 26, 27, 28)
  • Bulan Maulud untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (pada tanggal 12,13,14)
  • Bulan Jumadil Akhir untuk memperingati pertengahan bulan Hijriah
  • Bulan Nisfu Sya’ban untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan (pada tanggal 16, 17, 18)
  • Bulan Syawal untuk menyambut datangnya Idul Fitri (pada tanggal 14, 15, 16)
  • Bulan Zulhijah untuk menyambut datangnya Idul Adha (pada tanggal 10, 11, 12)
3.    Perkawinan
Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut adalah sebagai berikut: upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan.

2.3.7.      Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga
Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih menggunakan peralatan ataupun perlengakpan hidup yang sederhana, non teknologi yang kesemua bahannya tersedia di alam. Seperti untuk memasak, masyarakat Sanaga menggunakan tungku dengan bahan bakar menggunakan kayu bakar dan untuk membajak sawah mereka tidak menggunkan traktor melainkan menggunakan cangkul. Dan masih banyak hal lainnya, yang pasti masyarakat Sanaga tidak menggunakan peralatan canggih berteknologi tinggi, dan kampung mereka pun tidak ada listrik.

2.3.8.      Sistem Bahasa
Dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan bahasa Sunda Asli, hanya sebagian orang dalam arti yang duduk di pemerintahan. Adapula yang bisa berbahasa Indonesia itupun hanya digunakan apabila bercakap – cakap dengan wisatawan dari luar jawa barat.



2.3.9.      Sistem Politik
Dalam sistem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh  ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasi yang diperoleh adalah merupakan hasil mufakat yang demokratis dan terbuka.

2.3.10.  Sistem Hukum
Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakat Sanaga juga memiliki aturan hukum sendiri yang  tak tertulis namun masyarakat sangat patuh akan keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki Larangan namun tidak memiliki banyak aturan. Prinsip yang mereka anut adalah Larangan, Wasiat dan Akibat.
Sistem hukum di kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yang dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat Sanaga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan pelanggaran maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya.
Tabu, pantangan atau pamali bagi masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang. Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian upacara, kesenian, dan sebagainya.



Bab III
PENUTUP
3.1.          Kesimpulan
Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas areal kurang lebih 1,5 ha. Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh sungai Ciwulan.
Di luar itu semua, Kampung Naga pasti akan menyuguhkan nuansa lain dari Wisata Budaya manapun. keberadaan kampung Naga ibarat oase pada jaman yang semakin memiskinkan nilai-nilai. Kampung Naga sampai saat ini merupakan benteng bagi nilai-nilai tradisi dan kearifan budaya masyarakatnya.
Arus modernisasi tidak bisa dihindari, cepat atau lambat pasti mempunyai pengaruh dan menimbulkan berbagai perubahan kehidupan sosial, tidak terkecuali di pelosok desa terpencil sekalipun dan kampung naga juga yang dulunya tidak pernah tersentuh arus modernisasi sekarang sudah terlihat adanya arus modernisasi mulai tumbuh di berbagai bidang di kehidupan masyarakat kampung naga yaitu bidang mata pencaharian, bidang pendidikan, bidang teknologi, bidang kesenian, bidang bahasa, dan bidang perilaku, pakaian dan alat keseharian. Bahkan yang paling menonjol adalah Saat ini,kehidupan masyarakat Kampung Naga sudah sangat dekat dengan kehidupan moderen. Buktinya, ketika memasuki kawasan Kampung Naga, kita bisa melihat beberapa antene TV menjulang tinggi. Beberapa rumah sudah memiliki TV, dan radio serta telepon genggam.

3.2.         Saran
Kampung Naga tentunya telah berusaha keras untuk mempertahankan tradisi adat istiadatnya di tengah arus globalisasi dan mereka telah membuktikan bahwa dirinya mampu. Sekarang adalah kita untuk turut serta melestarikan kebudayaan mereka dan kebudayaan Nusantara lainnya dengan memperkenalkannya kepada generasi – generasi secara turun temurun karena kebudayaan – kebudayaan inilah yang telah memperkaya khasanah budaya Indonesia.

                                                        LAMPIRAN