PRODUKSI KOPI
PROVINSI BANTEN
Dalam Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya
Di Susun Oleh :
1.
Adisti
Maulina (4441131721)
2.
Aep
Saepudin (4441131341)
3.
Diani
Lupitasari (4441131264)
4.
Fatiyatul
Fitriyah (4441131743)
5.
Oka
Gunawan (4441131780)
JURUSAN
AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
1.
Potensi
Kopi di Provinsi Banten
Kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling banyak
diperdagangkan. Konsumen kopi terbesar ada di negara-negara Eropa dan Amerika
Utara. Bagi petani, kopi bukan hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat,
tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak puluhan tahun yang
lalu, kopi telah menjadi sumber pendapatan bagi para petani. Tanpa pemeliharaan
yang intensif pun, produksi kopi yang dihasilkan cukup lumayan untuk menambah
penghasilan. Apalagi bila pemeliharaandan pengolahannya cukup baik, pasti usaha
ini mendatangkan keuntungan berlipat ganda. Kopi merupakan tanaman tahunan yang
bisa mencapai umur produktif selama 20 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan budidaya kopi diantranya jenis tanaman, teknik budidaya,
penanganan pasca panen dan Pemasaran produk akhir.
Pemerintah
Provinsi Banten terus mengembangkan komoditi perkebunan kopi robusta karena
cukup menjanjikan peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat dan sesuai dengan
iklim daerah Banten. Pihak Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten
menyalurkan bantuan benih unggul kepada petani agar melakukan peremajaan
sehingga produksi kopi meningkat dan memenuhi pasar lokal. Untuk mendorong petani setempat mengembangkan
perkebunan kopi karena permintaan pasar cukup tinggi. Pihaknya menyalurkan
bantuan benih unggul kepada petani agar melakukan peremajaan sehingga produksi
kopi meningkat dan memenuhi pasar lokal.
Bidang pengolahan dan pemasaran produk
kopi masih menghadapi beberapa permasalahan :
1.
Pertama, rendahnya daya saing produk kopi, baik kopi biji maupun
kopi olahan yang disebabkan oleh rendahnya mutu dan tampilan produk, rendahnya
tingkat efisiensi produksi dan pemasaran, rendahnya akses pelaku usaha terhadap
informasi, lemahnya budaya pemasaran dan kewirausahaan pelaku, serta
minimnya sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran produk kopi.
2.
Ke dua, rendahnya tingkat keberlanjutan usaha-usaha pengolahan dan
pemasaran produk kopi yang disebabkan oleh kecilnya skala usaha (tidak mencapai
skala ekonomi); masih tersekatnya subsistem produksi usaha tani (on-farm)
dengan pengolahan dan pemasaran; belum berorientasi pasar; pemanfaatan
teknologi yang kurang ramah lingkungan; kurang profesionalnya sumber daya
manusia; serta lemahnya kemitraan dan kelembagaan usaha.
3.
Ke tiga, pembangunan pengolahan dan pemasaran produk kopi belum
banyak menyentuh masyarakat bawah, khususnya para petani kecil sehingga
hasilnya pun belum banyak dinikmati oleh petani kopi. Belum tercerminnya sifat
kerakyatan dalam sistem dan usaha-usaha pengolahan dan pemasaran produk kopi
ini disebabkan oleh berbagai kendala seperti: kebijakan makro yang kurang
mendukung/berpihak kepada petani kecil; rendahnya akses petani terhadap modal,
teknologi dan pasar; mekanisme pasar yang tidak sehat; kesenjangan
infrastruktur antara pedesaan dan perkotaan; serta minimnya kelembagaan ekonomi
di pedesaan.
Namun demikian,
masih terdapat peluang- peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia sebagai
berikut :
1. Pertama, permintaan produk-produk kopi dan olahannya masih
sangat tinggi, terutama di pasar domestik dengan penduduk yang melebihi 200
juta jiwa merupakan pasar potensial.
2. Ke Dua, peluang ekspor terbuka terutama bagi negara-negara pengimpor wilayah nontradisional seperti Asia
Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan Eropa Timur. Walaupun perdagangan ke
Timur Tengah masih sering terjadi dispute payment.
3.
Ke tiga, kelimpahan sumberdaya alam dan letak geografis di
wilayah tropis merupakan potensi besar bagi pengembangan agribisnis kopi.
Produk kopi memiliki sentra produksi on-farm, yang hanya membutuhkan
keterpaduan dengan industri pengolahan dan pemasarannya.
4.
Ke empat, permintaan produk kopi olahan baik pangan maupun non
pangan cenderung mengalami kenaikan setiap tahun, sebagai akibat peningkatan
kesejahteraan pen-duduk, kepraktisan dan perkembangan teknologi hilir.
5.
Ke lima, tersedianya bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian di daerah serta
tersedianya tenaga kerja. Seperti alat pemecah biji kopi, alat pengupas kulit
kopi, dan lantai jemur.
Peluang untuk pengembangan perkopian Indonesia ditunjukkan oleh
profitabilitas yang diperoleh petani kopi secara finansial dan ekonomi. Dengan
demikian perkebunan kopi layak untuk diteruskan dan secara ekonomi perkebunan
kopi mampu berjalan secara efisien. Selain itu, usaha pengolahan kopi bubuk
rakyat sangat dominan menggunakan biaya input domestik. Relatif sedikitnya
kandungan input impor dalam biaya produksi pengolahan kopi bubuk maka
diharapkan usaha pengolahan kopi akan memiliki daya saing yang kuat di masa
mendatang.
Potensi Kopi di Banten
|
||||||||||||||
Sumber Data:
Banten Dalam Angka 2014 Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
|
Produksi
kopi Provinsi Banten dari tahun 2008 hinnga 2013 mengalami kuantitas yang naik
turun, pada tahun 2008 produksi kopi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun
berikutnya yaitu tahun 2009 dan tahun 2010 mengalami penurunan produksi yang
sama sebesar 426 ton, tetapi pada tahun
2011 grafik produksi rmengalami kenaikan sebesar 23 ton. Tahun berikutnya
(2012) mengalami kenaikan yang signifikan sebesar 289 ton dan di tahun
berikutnya pun mengalami kenaikan sebesar
82 ton. Penurunan produksi disebabkan oleh kurangnya perawatan
perkebuanan kopi rakyat karena rakyat menganggap bertani kopi hanya sebagai
kegiatan sampingan dan keadaan cuaca yang tidak baik. Kenaikan produksi kopi
diakibatkan oleh peningkatan sarana dan prasarana oleh pemerintah setempat
untuk proses produksi kopi.
Berdasarkan
data produksi kopi di Banten tercatat 2.607 ton/tahun dengan luas tanam 5.433
hektar. Penyerapan tenaga kerja perkebunan karet mencapai 5.549 kepala
keluarga. Dari produksi kopi sebanyak 2.607 ton/tahun tersebar di Kabupaten
Lebak 520 ton, Kabupaten Pandeglang 839 ton, Kabupaten Serang 1.214 ton, Kota
Cilegon 25 ton dan Kota Serang 8 ton. Saat ini produksi kopi tertinggi adalah
Kabupaten Serang, padahal potensi Kabupaten Lebak dan Pandeglang cukup besar.
Pemerintah
terus mengimbau petani mengembangkan kopi robusta karena permintaan pasar cukup
tinggi baik lokal maupun mancanegara. Saat ini, petani Lebak mulai melirik
pengembangan budi daya tanaman kopi robusta. Permintaan kopi di pasaran cukup
tinggi dan dapat menjanjikan kesejahteraan petani. Pengembangan kopi ini,
sangat memungkinkan dengan areal yang begitu luas di 28 kecamatan.
Jumlah lahan perkebunan kopi milik masyarakat
di Lebak tercatat 1.685 hektar dengan produksi 520 ton/tahun belum menjadikan
andalan ekonomi petani. Sebab petani Lebak menganggap perkebunan kopi hanya
dijadikan usaha sampingan dan belum mengarah ke arah bisnis. Karena itu, pemerintah
diharapkan lebih mengajak masyarakat agar mengembangkan tanaman kopi robusta
karena harga di pasaran cukup tinggi.
Saat ini
harga biji kopi kering di pasar lokal antara Rp. 15 ribu sampai Rp. 20 ribu per
kilogram. Selain dari sisi teknis budidaya, hal
yang patut dipertimbangkan adalah harga jual produk akhir. Kopi arabika
cenderung dihargai lebih tinggi dari jenis lainnya. Namun robusta memiliki
produktivitas yang paling tinggi, rendemennya juga tinggi
2.
Sistem
agribisnis
Ø Budidaya Kopi
· Pemilihan jenis dan varietas
Tanaman kopi sangat banyak jenisnya, bisa mencapai ribuan. Namun yang
banyak dibudidayakan hanya empat jenis saja yakni arabika, robusta, liberika
dan excelsa. Masing-masing jenis tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda.
Untuk lebih detailnya silahkan baca mengenal jenis-jenis kopi budidaya.
Memilih jenis tanaman untuk budidaya kopi, harus disesuaikan dengan
tempat atau lokasi lahan. Lokasi lahan yang terletak di ketinggian lebih dari
800 meter dpl cocok untuk ditanami arabika. Sedangkan dari ketinggian 400-800
meter bisa ditanami robusta. Untuk daerah Banten kopi yang dibudidayakan yaitu
jenis kopi robusta.
· Pemilihan jenis dan varietas
Tanaman kopi sangat banyak jenisnya, bisa mencapai ribuan. Namun yang
banyak dibudidayakan hanya empat jenis saja yakni arabika, robusta, liberika
dan excelsa. Masing-masing jenis tersebut memiliki sifat yang berbeda-beda.
Untuk lebih detailnya silahkan baca mengenal jenis-jenis kopi budidaya.
Selain dari sisi
teknis budidaya, hal yang patut dipertimbangkan adalah harga jual produk akhir.
Kopi arabika cenderung dihargai lebih tinggi dari jenis lainnya. Namun robusta
memiliki produktivitas yang paling tinggi, rendemennya juga tinggi.
· Penyiapan bibit budidaya kopi
Setelah memutuskan budidaya kopi yang cocok, langkah selanjutnya adalah
mencari bibit yang unggul, menyiapkan lahan dan pohon peneduh. Informasi
mengenai bibit unggul untuk budidaya kopi bisa ditanyakan ke Puslit Kopi dan Kakao atau toko bibit
terpercaya. Sementara itu, pohon peneduh harus sudah disiapkan setidaknya 2
tahun sebelum budidaya kopi dilaksanakan. Untuk budidaya kopi robusta sumber
tanaman yang digunakan dalah klon. Contohnya klon BP 42 atau BP 358. Perbanyakan
bibit pohon kopi bisa didapatkan dengan teknik generatif dan vegetatif.
Perbanyakan generatif dari biji biasanya digunakan untuk budidaya kopi arabika,
sedangkan kopi robusta lebih sering menggunakan perbanyakan vegetatif dengan
setek. Masing-masing metode perbanyakan bibit mempunyai keunggulan dan
kelemahan sendiri-sendiri.
· Penyiapan lahan dan pohon peneduh
Tanaman kopi termasuk tumbuhan yang menghendaki intensitas cahaya
mataheri tidak penuh. Jenis pohon peneduh yang sering digunakan dalam budidaya
kopi adalah dadap, lamtoro dan sengon. Pilih pohon pelindung yang tidak
membutuhkan banyak perawatan dan daunnya bisa menjadi sumber pupuk hijau. Pohon
pelindung jenis sengon harus ditanam 4 tahun sebelum budidaya kopi. Sedangkan
jenis lamtoro bisa lebih cepat, sekitar 2 tahun sebelumnya. Tindakan yang
diperlukan untuk merawat pohon pelindung adalah pemangkasan daun dan
penjarangan.
· Penanaman bibit kopi
Apabila lahan, pohon peneduh dan bibit sudah siap, langkah selanjutnya
adalah memindahkan bibit dari polybag ke lubang tanam di areal kebun. Jarak
tanam budidaya kopi yang dianjurkan adalah 2,75×2,75 meter untuk robusta dan
2,5×2,5 meter untuk arabika. Jarak tanam ini divariasikan dengan ketinggian
lahan. Semakin tinggi lahan semakin jarang dan semakin rendah semakin rapat
jarak tanamnya.
Buat lubang tanam dengan ukuran 60x60x60 cm, pembuatan lubang ini
dilakukan 3-6 bulan sebelum penanaman. Saat penggali lubang tanam pisahkan
tanah galian bagian atas dan tanah galian bagian bawah. Biarkan lubang tanam
tersebut terbuka. Dua bulan sebelum penanaman campurkan 200 gram belerang dan
200 gram kapur dengan tanah galian bagian bawah. Kemudian masukkan kedalam
lubang tanam. Sekitar 1 bulan sebelum bibit ditanam campurkan 20 kg pupuk
kompos dengan tanah galian atas, kemudian masukkan ke lubang tanam.
Kini bibit kopi siap ditanam dalam lubang tanam. Sebelumnya papas daun
yang terdapat pada bibit hingga tersisa ⅓ bagian untuk mengurangi penguapan.
Keluarkan bibit kopi dari polybag, kemudian gali sedikit lubang tanam yang
telah dipersiapkan. Kedalaman galian menyesuaikan dengan panjang akar. Bagi
bibit yang memiliki akar tunjang usahakan agar akar tanaman tegak lurus. Tutup
lubang tanam agar tanaman berdiri kokoh, bila diperlukan beri ajir untuk
menopang tanaman agar tidak roboh.
Ø Perawatan budidaya kopi
Langkah yang diperlukan untuk pemeliharaan budidaya kopi adalah
penyulaman, pemupukan pemangkasan dan penyiangan. Berikut penjelasannya:
a.
Peyulaman
Setelah bibi ditanam di areal kebun, periksa pertumbuhan bibit tersebut
setidaknya seminggu dua kali. Setelah bibit berumur 1-6 bulan periksa
sedikitnya satu bulan sekali. Selama periode pemeriksaan tersebut, bila ada
kematian pada pohon kopi segera lakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan dengan
bibit yang sama. Lakukan perawatan yang lebih instensif agar tanaman penyulam
bisa menyamai pertumbuhan pohon lainnya.
b. Pemupukan
Pemberian
pupuk untuk budidaya kopi bisa menggunakan pupuk organik atau pupuk buatan.
Pupuk organik bisa didapatkan dari bahan-bahan sekitar kebun seperti sisa-sisa
hijauan dari pohon pelindung atau kulit buah kopi sisa pengupasan kemudian
dibuat menjadi kompos. Kebutuhan pupuk untuk setiap tanaman sekitar 20 kg dan
diberikan sekitar 1-2 tahun sekali.
c. Pemangkasan pohon
Terdapat
dua tipe pemangkasan dalam budidaya kopi, yaitu pemangkasan berbatang tunggal
dan pemangkasan berbatang ganda. Pemangkasan berbatang tunggal lebih cocok
untuk jenis tanaman kopi yang mempunyai banyak cabang sekunder semisal arabika.
Pemangkasan ganda lebih banyak diaplikasikan diperkebunan rakyat yang menanam
robusta. Pemangkasan ini lebih sesuai pada perkebunan di daerah dataran rendah
dan basah.
d. Penyiangan gulma
Tanaman
kopi harus selalu bersih dari gulma, terutama saat tanaman masih muda. Lakukan
penyiangan setiap dua minggu, dan bersihkan gulma yang ada dibawah tajuk pohon
kopi. Apabila tanaman sudah cukup besar, pengendalian gulma yang ada diluar
tajuk tanaman kopi bisa memanfaatkan tanaman penutup tanah. Penyiangan gulma
pada tanaman dewasa dilakukan apabila diperlukan saja.
Ø Hama dan penyakit
Lahan budidaya kopi yang terserang hama dan penyakit akan mengalami
penurunan produktivitas, kualitas mutu kopi dan bahkan kematian tanaman.
Beberapa hama dan penyakit yang umum menyerang tanam kopi adalah sebagai
berikut:
·
Hama penggerek buah
kopi. Menyerang tanaman muda maupun tua. Akibat serangan buah akan berguguran
atau perkembangan buah tidak normal dan membusuk. Pengendalian bisa hama ini
adalah dengan meningkatkan sanitasi kebun, pemapasan pohon naungan, pemanenan
buah yang terserang, dan penyemprotan kimia.
·
Penyakit serangan
nematoda. Banyak ditemui di sentra-sentra perkebunan kopi robusta. Serangan ini
bisa menurunkan produksi hingga 78%. Pengendalian penyakit ini bisa dilakukan
dengan menyambung tanaman dengan batang bawah yang tahan nematoda.
Ø Panen dan pasca panen
Tanaman yang dibudidayakan secara intensif sudah bisa berbuah pada umur
2,5-3 tahun untuk jenis robusta dan 3-4 tahun untuk arabika. Hasil panen
pertama biasanya tidak terlalu banyak, produktivitas tanaman kopi akan mencapai
puncaknya pada umur 7-9 tahun. Panen budidaya kopi dilakukan secara bertahap,
panen raya bisa terjadi dalam 4-5 bulan dengan interval waktu pemetikan setiap
10-14 hari. Pemanenan dan pengolahan pasca panen akan menentukan mutu produk
akhir.
Ø Pengolahan Produk Primer Kopi
1.
Panen Tepat Matang
Buah buah kopi matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah kopi
yang semula hijau menjadi merah.
2.
Sortasi Buah Sehat
Buah sehat adalah buah matang yang bernas, tidak terkena serangan hama
dan penyakit dan ditandai oleh tampilan kulit buah yang mulus dan segar. Buah
kopi merah segera diolah lanjut tanpa penundaan.
3.
Pengupasan Kulit Buah
Buah dikupas secara mekanis untuk memisahkan biji berkulit tanduk dan
kulit buah. Biji kopi HS diolah lanjut sebagai bahan minuman, sedangkan kulit
buah merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku kompos, pakan
ternak dan biogas.
4.
Pencucian Biji Kopi
Biji kopi yang telah fermentasi dicuci secara mekanis dan dibilas
dengan air sampai permukaan kulit tanduk menjadi licin.
5.
Pengeringan Mekanis
Biji kopi dikeringkan secara mekanis pada suhu 50-55 oC. Kadar air biji
kopi yang semula 55 % turun menjadi 12 % selama 40 jam. Bahan bakar pengering
adalah kayu yang diperoleh dari hasil pangkasan pohon pelindung tanaman. Kipas
udara pengering digerakkan oleh motor listrik atau motor disel dengan bahan
bakar bio-disel.
6.
Pengupasan Biji Kopi
Kering
Kulit tanduk dikupas secara mekanis sampai dihasilkan biji kopi beras.
Kulit tanduk merupakan limbah dan dapat digunakan sebagai bahan baku kompos dan
pakan ternak.
7.
Sortasi Biji Kopi Kering
Biji kopi beras disortasi secara mekanik untuk memisahkan biji ukuran
besar (ukuran > 6,5 mm), ukuran medium (5,5 mm<d<6,5mm) dan ukuran
kecil (< 5,5 mm). Biji pecah dan biji kecil terpisah di rak paling bawah.
8.
Pengemasan Dan
Penggudangan
Biji kopi beras atas dasar ukurannya dikemas dalam karung goni
(masing-masing 60 – 90 kg) berlabel produksi dan disimpan dalam gudang yang
bersih dan berventilasi cukup. Tumpukan karung-karung disangga di atas palet
kayu dan tidak menempel di dinding gudang.
Pengolahan Produk Sekunder (Biji Kopi Sangrai)
1.
Biji Kopi
Biji kopi merupakan bahan baku minuman sehingga aspek mutu (fisik, kimiawi,
kontaminasi dan kebersihan) harus diawasi sangat ketat karena menyangkut
citarasa, kesehatan konsumen, daya hasil [rendemen] dan efisiensi produksi.
Dari aspek citarasa dan aroma, seduhan kopi akan sangat baik jika biji kopi
yang digunakan telah diolah secara baik.
2.
Penyangraian
Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses
sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis.
Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak
dari ruang sangrai. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan
warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai
yang umum adalah antara 1950 sampai 2050 C.
3.
Tingkat Sangrai
Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7 sampai 30 menit tergantung
pada suhu dan tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai adalah
sebagai berikut, Suhu 190 –195 oC untuk tingkat sangrai ringan (warna coklat
muda), Suhu 200 – 205 oC untuk tingkat sangrai medium (warna coklat agak gelap)
Suhu di atas 205 oC untuk tingkat sangrai gelap (warna coklat tua cenderung
agak hitam).
4.
Pencampuran
Untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, kopi bubuk bisa
diperoleh dari campuran berbagai jenis kopi atas dasar jenisnya [Arabika,
Robusta, Exelsa dll], jenis proses yang digunakan [proses kering, semi-basah,
basah], dan asal bahan baku (ketinggian, tanah dan agroklimat).
Ø Pengolahan kering
Ø Pemasaran
Biasanya kopi diperdagangkan dalam bentuk kopi beras dengan kadar air 10%-13% . Sebagian kopi ini akan dipasarkan di dalam negeri dan sebagian besar lainnya diekspor. Rantai pemasaran kopi dari petani atau perkebunan bisa melalui bermacam-macam jalur. Petani dapat memasarkan kopi secara bebas dalam bentuk kopi beras atau bentuk basah/gelondongan ke asosiasi petani kopi atau langsung ke pedagang pengumpul. Selanjutnya, pedagang pengumpulan akan memasarkan kopi beras ke pedagang besar atau langsung ke eksportir dan perusahaan kopi bubuk.
Rantai pemasaran kopi dalam negeri
Perkebunan rakyat dan perkebunan besar (milik swasta/negara) biasanya memasarkan kopi langsung ke eksportir dan perusahaan kopi bubuk atau melalui pedagang besar. Syaratnya, kopi harus bermutu baik dan sudah disortasi sehingga memenuhi syarat mutu yang ditentukan.
Ø Produk Akhir
Produk
akhir produksi kopi di Provinsi Banten yakni kopi beras, yaitu kopi yang sudah
dibuang kulit tanduk dan kulit buahnya yang telah melewati serangkaian proses
sehingga menjadi biji kopi kering dengan berbagai tingkat kualitas.
3.
Kendala pengembangan sistem agribisnis
a.
Kekurangan
Sarana dan Prasarana
Ø
Menurut Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi Banten, saat ini produksi komoditi kopi di Provinsi Banten
relatif rendah dan masih didatangkan dari luar daerah.
Ø
Hal yang harus
disiapkan sebelum memulai budidaya kopi adalah menanam pohon peneduh. Guna
pohon peneduh untuk mengatur intensitas cahaya matahari yang masuk. Tanaman
kopi termasuk tumbuhan yang menghendaki intensitas cahaya mataheri tidak penuh.
Namun, untuk sebagian daerah di Provinsi Banten memiliki suhu yang cukup tinggi
sehingga hanya beberapa daerah yang dapat dilakukan budidaya kopi.
b. Budidaya Pengolahan Hasil
Ø
Hama dan penyakit
Lahan budidaya kopi yang terserang
hama dan penyakit akan mengalami penurunan produktivitas, kualitas mutu kopi
dan bahkan kematian tanaman. Beberapa hama dan penyakit yang umum menyerang
tanam kopi adalah sebagai berikut:
·
Hama penggerek buah kopi. Menyerang
tanaman muda maupun tua. Akibat serangan buah akan berguguran atau perkembangan
buah tidak normal dan membusuk.
·
Penyakit serangan nematoda. Banyak
ditemui di sentra-sentra perkebunan kopi robusta. Serangan ini bisa menurunkan
produksi hingga 78%.
Ø Panen dan pasca panen
Tanaman yang dibudidayakan secara intensif sudah bisa berbuah pada umur 2,5-3 tahun untuk jenis robusta dan 3-4 tahun untuk arabika. Hasil panen pertama biasanya tidak terlalu banyak, produktivitas tanaman kopi akan mencapai puncaknya pada umur 7-9 tahun. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
c. Pemasaran
Beberapa tantangan yang dihadapi oleh
industri perkopian di Banten adalah sebagai berikut :
1. Pertama, perlunya menyikapi tuntutan pembangunan ekonomi
domestik dan perubahan lingkungan ekonomi internasional, baik karena pengaruh
liberalisasi ekonomi maupun karena perubahan-perubahan fundamental dalam pasar
produk pertanian internasional.
2.
Ke dua, perlunya menyikapi perubahan pada sisi permintaan yang
menuntut kualitas tinggi, kuantitas besar, ukuran seragam, ramah lingkungan,
kontinuitas produk dan penyampaian secara tepat waktu, serta harga yang
kompetitif. Dari sisi penawaran yang terkait dengan produksi, perlu
diperhatikan masalah pengurangan luas lahan produktif, perubahan iklim yang
tidak menentu serta pemanasan global, adanya penerapan bioteknologi dalam
proses produksi dan pasca panen, dan aspek pemasaran.
3.
Ke tiga, untuk menjadikan produk kopi dan olahannya mempunyai
daya saing kuat, dibutuhkan pengetahuan secara rinci preferensi konsumen
yang berkembang, termasuk meningkatnya tuntutan konsumen
akan informasi nutrisi serta jaminan kesehatan dan keamanan produk-produk
pertanian.
4.
Ke empat, perwujudan ekonomi dari kepedulian masyarakat akan
kelestarian lingkungan dan hak asasi manusia telah memaksa masuknya aspek
lingkungan dan hak asasi manusia dalam keputusan ekonomi, baik konsumsi,
produksi maupun perdagangan.
5.
Ke lima, munculnya negara-negara pesaing (competitor)
yang menghasilkan produk sejenis semakin mempersulit pengembangan pasar kopi.
d. Dukungan kelembagaan
Dukungan Penyuluh
|
Sasaran Agribisnis
|
1. Membimbing penyusunan rencana kerja kelompok dalam pembangunan
hamparan kelompok.
|
1. Pertemuan dan produksi sesuai baku teknis
|
2. Membimbing penerapan baku teknis di hamparan kelompok.
|
|
3. Memberi Informasi mengenai manfaat dan peranan Koperasi/KUD.
|
|
4. Menjembatani (menghubungkan) kerja sama yang baik dengan penyedia
sarana produksi.
|
|
|
|
Aspek Panen dan Pengolahan Hasil
|
|
1. Memberi informasi mengenai jenis dan mutu hasil yang diminta pasar.
|
1. Mutu hasil seragam dan sesuai standar.
|
2. Membimbing penyusunan rencana panen dan pengolahan hasil: saat
panen, cara panen, cara pengumpulan hasil dan pengolahan
|
|
3. Membimbing teknis pengolahan hasil.
|
|
4. Memotivasi pemupukan modal
|
|
5. Memotivasi ketaatan terhadap perjanjian
|
|
6. Menjembatani (menghubungkan) kerja sama yang baik dengan lembaga
permodalan.
|
|
Aspek Pemasaran
|
|
1. Menyampaikan Informasi harga pasar.
|
1. Harga jual yang diterima petani layak.
|
2. Membimbing penyusunan rencana pemasaran bersama kelompok dan
Gapoktan: pengumpulan hasil, pengangkutan dan harga jual.
|
2. Kontinuitas produksi/bahan olah 3. Memotivasi hubungan melembaga
kelompok tani dengan koperasi/KUD.
|
3. Adanya perusahaan/koperasi/KUD yang menampng hasil produksi petani.
|
3. Adanya perusahaan/koperasi/KUD yang menampng hasil produksi petani.
|
4. Memotivasi manfaat tabungan kelompok dan pemanfaatan hasil usaha
dengan rasional.
|
4. Meningkatkan kemampuan swadaya petani.
|
5. Memotivasi perlunya dukungan mitra usaha dan ketaatan terhadap
perjanjian
|
|
6. Menjembatani (menghubungkan) kerja sama yang baik dengan lembaga
pemasaran.
|
|
7. Menjembatani (menghubungkan) kerja sama yang baik dengan lembaga
pelaku usaha
|
|
No comments:
Post a Comment