Siang
hari di koridor kampus..
Terlihat
seorang perempuan yang memakai gamis berwarna hijau dan berkerudung sama
seperti warna bajunya dengan tas gendong di pundaknya, perempuan itu sedang
berjalan sendirian, menyusuri koridor..
“Dania,,
Dania,,” teriak salah seorang lelaki yang berada di belakang perempuan yang
sedang berjalan dikoridor, lelaki itu berada cukup jauh dari perempuan. Ia
mencoba berlari menghampiri perempuan yang berjalan di koridor tersebut, perempuan
itu bernama Dania. Nama lengkapnya Lupita Dania, dia salah satu mahasiswi yang telah
mengharumkan nama kampus karena prestasinya dalam bidang akademik, hampir semua
orang mengenalinya.
Dania
mendengar ada seseorang yang memanggil namanya, ia pun mencari sumber suara. Ia
menoleh ke arah belakang, mendapati sosok lelaki berjalan menuju dirinya, lelaki
itu memakai kemeja kotak-kotak berwarna merah dan celana bahan warna hitam.
Dania mengenal lelaki itu dengan nama Akhti. Akhti adalah teman satu kelas
Dania, Akhti dan Dania sudah satu berteman selama satu tahun, Akhti anak yang
rajin dan aktif dalam berorganisasi.
“Dania,,
lagi sibuk engga?, ada yang mau saya bicarakan.” ucap Akhti saat berada dihadapan
Dania. Akhti menatap paras cantik dan anggun Dania, namun Ia langsung
mengalihkan pandangan ke arah depan saat Dania menatapnya.
“Hem,,
kalau lagi sibuk,, engga apa-apa kok, kita bicarakan lain kali” lanjut Akhti
saat melihat Dania yang masih saja diam, belum menjawab pertanyaan Akti.
“bisa
kok bisa,, kebetulan saya lagi engga sibuk, emang apa yang mau dibicarakan?”
ucap Dania sambil melirik Akhti penasaran.
“kita
ke taman aja yuk, jangan disini,” ajak Akhti melirik Dania. Melihat anggukan
Dania yang mendandakan kata’iya’, mereka pun beranjak dari tempatnya berdiri,
berjalan menuju taman. Dania mencoba menerka-nerka “apa yang akan dibicarakan
oleh Akhti?, engga biasanya Akhti ngajak bicara berdua?”, pandangannya kita tak
menentu, menatap ke sekelilingnya dan sesekali Ia menatap punggung Akhti yang
berjalan di depannya, punggung yang terlihat tegap.
Mereka
berjalan menyusuri taman, mencari posisi tempat duduk yang cocok. Akhirnya
Akhti memutuskan duduk di dekat pohon yang rimbun dan sejuk, disana ada sebuah
bangku yang cukup untuk diduduki oleh tiga orang. Dania hanya diam, menatap
bangku tersebut.
“silahkan duduk,,” ucap Akhti saat menyadari
Dania masih berdiri menatap kursi tersebut, Dania pun duduk di ikuti akhti yang
duduk disampingnya. Dania menatap ke sekelilingnya, ada orang yang sedang
mengerjakan tugas, berdiskusi, dan ada juga yang berdua-duaan.
Taman
ini memang indah, bersih dan bunganya pun tumbuh subur, membuat semua orang
nyaman berada disini. Tak salah kalau Akhti memilih tempat ini.
“Jadi
apa yang mau dibicarakan Akhti?” ucap Dania memulai pembicaraan, Dania melirik
Ahkti lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan, ke sebuah air mancur berada
di depannya.
“Akhti?”
lanjut Dania saat pertanyaannya belum sempat dijawab oleh Akhti, Dania
menemukan wajah Akhti yang gelisah, “loh dia kenapa? Pikir Dania saat melihat
raut wajah Akhti yang tak biasanya.
“Aduh
bagaimana yah bilangnya?” ucap Akhti dengan salah tingkah, gugup. Akhti
binggung harus memulai pembicaraan dari mana. Akhti berkali kali melirik Dania
dan sesegera mungkin ia mengalihkan pandangannya ketika Dania menatapnya. Dania
sempat menemukan tatapan Akti yang tak biasa saat menatap dirinya.
“Hem,,
gini Dania..” lanjut Akhti sambil memainkan jemari tangannya dan beberapa kali
ia menyusutkan keringat di kepalanya, tubuhnya memang terlihat sangat berkeringat,
entah itu keringat dingin atau memang udara hari ini sangat panas. Akti menatap
ke arah depan kemudian ditatapnya mata Dania dalam-dalam. “loh, apa-apaan ini?,
sepertinya serius sekali” ucap Dania lirih dalam hati. Perlahan Akhti mencoba
menyentuh, menggenggam jemari tangan Dania.
“Maaf
Akhti kita bukan mukhrim” ucap Dania spontan, lalu mencoba melepaskan tangan
Akhti yang menggenggam jemari tangannya.
“Oh
iya,, maaf saya khilaf Dania” ucap Akhti melepaskan genggaman itu, Ia menatap
ke sekelilingnya kemudian menundukan kepalanya.
Mereka
berdua diam untuk beberapa menit..
“Maaf,
Akhti sebenarnya kita mau bicara apa?,” ucap Dania, menatap jam di tangannya
yang menunjukan pukul dua siang, Dania tak suka waktunya hanya terbuang sia-sia
hanya untuk diam tak jelas seperti ini. Dania menatap Akhti yang semenjak
peristiwa tadi menjadi diam saja, Ia merasa tidak enak, “apakah yang di
perbuatnya salah?, ah. Ga mungkin salah kan emang Islam melarang bersentuhan
dengan yang bukan mukrimnya” ucap dalam hati.
“Dania,”
panggil Akhti masih dalam keadaan menundukan pandangannya.
“Iya,
Akhti” jawab Dania sambil menatap wajah Akhti dari samping. Wajah Dania
terlihat semakin jelas menampakan rasa penasaranya.
“Dania,
mau engga jadi pacar Ahkti?” kali ini Akhti menggangkat kepalanya dan menatap
mata Dania dalam-dalam dan penuh harapan.
“Wussss” Angin tiba-tiba berhempus, menggoyahkan
dahan dan ranting pepohonan di sekitar taman, membuat daun yang tak sanggup
bertahan bertebangan kesana kemari, kerudung Dania yang terkena tiupan angin
sedikit terlihat berantakan. Dania mencoba merapihkan kembali setelah rapih
pandanganya kini menatap ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa Ia pandangi,
agar tak terlihat salah tingkah. Dania menyadari bahwa Ahkti sedang menatapnya,
menunggu jawaban darinya. Dania menarik napas panjang-panjang lalu
mengeluarkannyanya lagi.
“Akhti
apakah itu harus di jawab? ucap Dania, melirik kepada Akhti, nampak anggukan
berkali kali di kepala Akhti.
“Akhti
kan tau, dalam Islam itu tidak ada istilah pacaran, kalau pun memang Akhti
menyukai dan mencintai Dania, seharusnya Akhti bisa menjaga Dania, bukannya
mengajak Dania untuk pacaran, itu kan sama saja seperti mendekati zina.” lanjut
Dania, nampak raut wajah kecewa di muka Akhti. Dania sudah tahu pasti ini
ekspresi ini akan terjadi namun dirinya tak bisa menerima Akhti sebagai
pacarnya. Sudah sangat jelas di Al-Qur’an saja ada larangan untuk mendekati
zina, masa mau mendekati larangan Allah.
“Tapi
Dania, kitakan bisa pacaran dalam Islam?, Akhti janji engga akan mengajak Dania
kedalam zina, tapi Dania mau yah, jadi pacar Akhti” ucap Akhti dengan nada
memaksa. Akhti masih manatap Dania dengan penuh harapan.
“Akhti,
yang namanya pacaran itu selalu ada godaannya, walaupun kita sekarang janji
engga akan berbuat apa-apa tapi kan syeitan selalu menggoda iman kita, siapa
tau aja nanti kita malah tergoda saat kita sedang khilaf, lagian kan akhti tau
mendekati zinah aja udah engga boleh apa lagi pacaran.” Jawab Dania,
pandangannya kini mentatap Akhti, terlihat Akhti yang sedang menundukan pandangannya,
nampak sangat kecewa.
“tanpa
pacaran kita berteman ko Akhti,” Dania berusaha menghibur, namun ucapanya tak
membuat rasa kekecewaan Akhti berkurang.
“kalau
memang suatu saat nanti Akhti masih suka dengan Dania, ketika kita memang sudah
waktunya menikah, datang aja kerumah Dania, temui kedua orang tua Dania, bilang
Akti mau melamar Dania.” Lanjut Dania diikuti senyuman di wajahnya, Akhti yang
sedari tadi menundukan pandangannya mencoba mencari sepasang sosok mata yang
berbicara kepadanya. Akhti menatap Dania. Dania pun menatap Akhti, ada sebuah
senyuman di wajah Akhti, Dania pun ikut tersenyum, namun tak lama Dania
langsung mengalihkan pandangnya.
“udah
kan Akhti bicaranya?, saya ada matakuliah nih, saya masuk kelas dulu yah..”
ucap Dania saat menatap jam di tanganya.
“Assalamualaikum”
Dania beranjak bangun dari kursi yang di dudukinya, untuk terakhir kalinya, ia
menatap tubuh Akhti, sosok yang baru saja menyatakan perasaan kepadanya, namun
Ia tolak secara halus.
“Allaikum
salam” jawab Akhti,, sambil melihat Dania yang berdiri di sampingnya, Akhti pun
bangkit dari tempat duduknya. Kini mereka berdiri, berhadapan.
Dania
tersenyum kepada Akhti dan membalikan badannya melangkahkan kakinya, beranjak
dari tempat dimana Akhti berdiri. Akhti memandang kepergian Dania yang semakin
lama semakin menjauh dan menghilang dari pandangan..
No comments:
Post a Comment