Saturday, 1 March 2014

Dania...

Siang hari di koridor kampus..
Terlihat seorang perempuan yang memakai gamis berwarna hijau dan berkerudung sama seperti warna bajunya dengan tas gendong di pundaknya, perempuan itu sedang berjalan sendirian, menyusuri koridor..
“Dania,, Dania,,” teriak salah seorang lelaki yang berada di belakang perempuan yang sedang berjalan dikoridor, lelaki itu berada cukup jauh dari perempuan. Ia mencoba berlari menghampiri perempuan yang berjalan di koridor tersebut, perempuan itu bernama Dania. Nama lengkapnya Lupita Dania, dia salah satu mahasiswi yang telah mengharumkan nama kampus karena prestasinya dalam bidang akademik, hampir semua orang mengenalinya.
Dania mendengar ada seseorang yang memanggil namanya, ia pun mencari sumber suara. Ia menoleh ke arah belakang, mendapati sosok lelaki berjalan menuju dirinya, lelaki itu memakai kemeja kotak-kotak berwarna merah dan celana bahan warna hitam. Dania mengenal lelaki itu dengan nama Akhti. Akhti adalah teman satu kelas Dania, Akhti dan Dania sudah satu berteman selama satu tahun, Akhti anak yang rajin dan aktif dalam berorganisasi.
“Dania,, lagi sibuk engga?, ada yang mau saya bicarakan.” ucap Akhti saat berada dihadapan Dania. Akhti menatap paras cantik dan anggun Dania, namun Ia langsung mengalihkan pandangan ke arah depan saat Dania menatapnya.
“Hem,, kalau lagi sibuk,, engga apa-apa kok, kita bicarakan lain kali” lanjut Akhti saat melihat Dania yang masih saja diam, belum menjawab pertanyaan Akti.
“bisa kok bisa,, kebetulan saya lagi engga sibuk, emang apa yang mau dibicarakan?” ucap Dania sambil melirik Akhti penasaran.
“kita ke taman aja yuk, jangan disini,” ajak Akhti melirik Dania. Melihat anggukan Dania yang mendandakan kata’iya’, mereka pun beranjak dari tempatnya berdiri, berjalan menuju taman. Dania mencoba menerka-nerka “apa yang akan dibicarakan oleh Akhti?, engga biasanya Akhti ngajak bicara berdua?”, pandangannya kita tak menentu, menatap ke sekelilingnya dan sesekali Ia menatap punggung Akhti yang berjalan di depannya, punggung yang terlihat tegap.
Mereka berjalan menyusuri taman, mencari posisi tempat duduk yang cocok. Akhirnya Akhti memutuskan duduk di dekat pohon yang rimbun dan sejuk, disana ada sebuah bangku yang cukup untuk diduduki oleh tiga orang. Dania hanya diam, menatap bangku tersebut.
 “silahkan duduk,,” ucap Akhti saat menyadari Dania masih berdiri menatap kursi tersebut, Dania pun duduk di ikuti akhti yang duduk disampingnya. Dania menatap ke sekelilingnya, ada orang yang sedang mengerjakan tugas, berdiskusi, dan ada juga yang berdua-duaan.
Taman ini memang indah, bersih dan bunganya pun tumbuh subur, membuat semua orang nyaman berada disini. Tak salah kalau Akhti memilih tempat ini.
“Jadi apa yang mau dibicarakan Akhti?” ucap Dania memulai pembicaraan, Dania melirik Ahkti lalu mengalihkan pandangannya ke arah depan, ke sebuah air mancur berada di depannya.
“Akhti?” lanjut Dania saat pertanyaannya belum sempat dijawab oleh Akhti, Dania menemukan wajah Akhti yang gelisah, “loh dia kenapa? Pikir Dania saat melihat raut wajah Akhti yang tak biasanya.
“Aduh bagaimana yah bilangnya?” ucap Akhti dengan salah tingkah, gugup. Akhti binggung harus memulai pembicaraan dari mana. Akhti berkali kali melirik Dania dan sesegera mungkin ia mengalihkan pandangannya ketika Dania menatapnya. Dania sempat menemukan tatapan Akti yang tak biasa saat menatap dirinya.
“Hem,, gini Dania..” lanjut Akhti sambil memainkan jemari tangannya dan beberapa kali ia menyusutkan keringat di kepalanya, tubuhnya memang terlihat sangat berkeringat, entah itu keringat dingin atau memang udara hari ini sangat panas. Akti menatap ke arah depan kemudian ditatapnya mata Dania dalam-dalam. “loh, apa-apaan ini?, sepertinya serius sekali” ucap Dania lirih dalam hati. Perlahan Akhti mencoba menyentuh, menggenggam jemari tangan Dania.
“Maaf Akhti kita bukan mukhrim” ucap Dania spontan, lalu mencoba melepaskan tangan Akhti yang menggenggam jemari tangannya.
“Oh iya,, maaf saya khilaf Dania” ucap Akhti melepaskan genggaman itu, Ia menatap ke sekelilingnya kemudian menundukan kepalanya.
Mereka berdua diam untuk beberapa menit..
“Maaf, Akhti sebenarnya kita mau bicara apa?,” ucap Dania, menatap jam di tangannya yang menunjukan pukul dua siang, Dania tak suka waktunya hanya terbuang sia-sia hanya untuk diam tak jelas seperti ini. Dania menatap Akhti yang semenjak peristiwa tadi menjadi diam saja, Ia merasa tidak enak, “apakah yang di perbuatnya salah?, ah. Ga mungkin salah kan emang Islam melarang bersentuhan dengan yang bukan mukrimnya” ucap dalam hati.
“Dania,” panggil Akhti masih dalam keadaan menundukan pandangannya.
“Iya, Akhti” jawab Dania sambil menatap wajah Akhti dari samping. Wajah Dania terlihat semakin jelas menampakan rasa penasaranya.
“Dania, mau engga jadi pacar Ahkti?” kali ini Akhti menggangkat kepalanya dan menatap mata Dania dalam-dalam dan penuh harapan.
 Wussss” Angin tiba-tiba berhempus, menggoyahkan dahan dan ranting pepohonan di sekitar taman, membuat daun yang tak sanggup bertahan bertebangan kesana kemari, kerudung Dania yang terkena tiupan angin sedikit terlihat berantakan. Dania mencoba merapihkan kembali setelah rapih pandanganya kini menatap ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa Ia pandangi, agar tak terlihat salah tingkah. Dania menyadari bahwa Ahkti sedang menatapnya, menunggu jawaban darinya. Dania menarik napas panjang-panjang lalu mengeluarkannyanya lagi.
“Akhti apakah itu harus di jawab? ucap Dania, melirik kepada Akhti, nampak anggukan berkali kali di kepala Akhti.
“Akhti kan tau, dalam Islam itu tidak ada istilah pacaran, kalau pun memang Akhti menyukai dan mencintai Dania, seharusnya Akhti bisa menjaga Dania, bukannya mengajak Dania untuk pacaran, itu kan sama saja seperti mendekati zina.” lanjut Dania, nampak raut wajah kecewa di muka Akhti. Dania sudah tahu pasti ini ekspresi ini akan terjadi namun dirinya tak bisa menerima Akhti sebagai pacarnya. Sudah sangat jelas di Al-Qur’an saja ada larangan untuk mendekati zina, masa mau mendekati larangan Allah.
“Tapi Dania, kitakan bisa pacaran dalam Islam?, Akhti janji engga akan mengajak Dania kedalam zina, tapi Dania mau yah, jadi pacar Akhti” ucap Akhti dengan nada memaksa. Akhti masih manatap Dania dengan penuh harapan.
“Akhti, yang namanya pacaran itu selalu ada godaannya, walaupun kita sekarang janji engga akan berbuat apa-apa tapi kan syeitan selalu menggoda iman kita, siapa tau aja nanti kita malah tergoda saat kita sedang khilaf, lagian kan akhti tau mendekati zinah aja udah engga boleh apa lagi pacaran.” Jawab Dania, pandangannya kini mentatap Akhti, terlihat Akhti yang sedang menundukan pandangannya, nampak sangat kecewa.
“tanpa pacaran kita berteman ko Akhti,” Dania berusaha menghibur, namun ucapanya tak membuat rasa kekecewaan Akhti berkurang.
“kalau memang suatu saat nanti Akhti masih suka dengan Dania, ketika kita memang sudah waktunya menikah, datang aja kerumah Dania, temui kedua orang tua Dania, bilang Akti mau melamar Dania.” Lanjut Dania diikuti senyuman di wajahnya, Akhti yang sedari tadi menundukan pandangannya mencoba mencari sepasang sosok mata yang berbicara kepadanya. Akhti menatap Dania. Dania pun menatap Akhti, ada sebuah senyuman di wajah Akhti, Dania pun ikut tersenyum, namun tak lama Dania langsung mengalihkan pandangnya.
“udah kan Akhti bicaranya?, saya ada matakuliah nih, saya masuk kelas dulu yah..” ucap Dania saat menatap jam di tanganya.
“Assalamualaikum” Dania beranjak bangun dari kursi yang di dudukinya, untuk terakhir kalinya, ia menatap tubuh Akhti, sosok yang baru saja menyatakan perasaan kepadanya, namun Ia tolak secara halus.
“Allaikum salam” jawab Akhti,, sambil melihat Dania yang berdiri di sampingnya, Akhti pun bangkit dari tempat duduknya. Kini mereka berdiri, berhadapan.
Dania tersenyum kepada Akhti dan membalikan badannya melangkahkan kakinya, beranjak dari tempat dimana Akhti berdiri. Akhti memandang kepergian Dania yang semakin lama semakin menjauh dan menghilang dari pandangan..

No comments:

Post a Comment