Sunday 27 September 2015

"lingkungan perumahan itu lebih kejam dibanding dengan lingkungan pedesaan??" 

"lingkungan perumahan itu lebih kejam dibanding dengan lingkungan pedesaan??"

Mereka yang tinggal di perumahan, biasanya orang orang dari keluarga yang berpendidikan cukup, dari pendidikan mereka yang saya rasa cukup itu seharusnya mereka dapat bertutur kata dan bersikap lebih baik. Namun pada kenyataannya pendidikan tinggi tidak bisa menjamin sikap, prilaku seseorang.
 saya menulis ini karena saya sendiri pernah di buat nangis oleh ucapan para tetangga. ada beberapa tetangga saya pindah karena memang ga tahan dengan ucapan para tetangganya sendiri.

kami sekeluarga bukan orang yang suka ngumpul, ngobrol dan bergosip ria di depan rumah atau di lingkungan, sesekali kami ikut bergabung untuk mendapatkan informasi terbaru di lingkungan.. namun jika terlalu lama orang tua saya berkumpul dengan mereka saya langsung menarik mereka supaya cepat masuk ke rumah *kalian taulah bergosip itu ga ada abisnya*. Sebenarnya ada keuntungannya kita tidak terlalu sering berkumpul, yaitu mereka jadi segan ke kita alias tidak berani blak-blakan berbicara menyindir atau becanda yang keterlaluan dan untungnya lagi orang tua saya selalu positif menanggapi sindiran mereka.. :)
namun ada saja beberapa kejadian yang bikin saya enggan bahkan pikir berkali kali untuk bergabung dengan mereka..

pada saat itu awal tahun 2014, dimana arisan awal tahun 2014 di buka..
Mamah seorang pegawai yang rutinitasnya adalah pulang jam sekitar jam 5 sore, baru saja sampai dirumah.

"bu sarim, arisan yuk" suara itu terdengar dari luar rumah.
"iya bu, duluan." mamah bergegas menghampiri sumber suara. setelah itu masuk lagi ke dalam rumah.

"ni, bayarin arisan gih, mamahnya capek nih baru pulang." ucap mamah meminta tolong kepadaku.

"ga mau ah mah, itu ibu-ibu doang." ucap diani menolak tawaran mamah.

"mamah kasih 50rb deh.. nih bayarin" ucap mamah dengan memohon.

"yaudah mah, sini mana uang untuk bayar arisannya." setelah dapat uang untuk membayar arisan saya pun langsunh bergesas pergi ke tempat arisan itu dilaksanakan.

*sesampainya disana*
"ibu, ini mau bayar punya mamah." memberi uang kepada bendahara arisan.
setelah itu saya dapat snack, dan duduk di dekat pintu keluar untuk menunggu pengocokan arisan.
disela-sela menunggu ada ibu-ibu yang berbicara.

"neng, mamahnya mana?" saya lupa siapa yang bertanya demikian.

"mamah dirumah lagi nonton tv, baru pulang kerja." jawab saya sambil tersenyum.

"enak amat yah, lagi nonton tv.. nantilah saya juga bulan depan nyuruh anak saya aja yang ikutan arisan."

"lah, saya mau nyuruh anak saya udah ga tinggal sama saya lagi, udah pada nikah semua." sahut ibu-ibu yang lain.

"ibu-ibu, inikan acara ibu-ibu, bukan acara anak-anak. Masa yang datang anak-anaknya, ini arisan serius dan kita disini kumpulkan ada beberapa pembahasan penting." sepertinya dia ketuanya.

"nah iya tuh betul, bukan acara anak-anak." sahut seorang ibu.

"Sekarang mah gini aja, kita bikin peraturan. bahwasannya kalo serius ikut arisan yahh harus datang tiap bulan ke perkumpulan, ga bisa diwakilin dengan anaknya, orang lain atau suaminya."

"iya setuju,setuju.." sahut ibu-ibu yang lain.

"mamah diani kan kerja, mungkin dia capek pulang kerja. ibu-ibu ini kan ga kerja. yahh bisa aja kumpul." tetangga depan rumah membela saya.

"saya juga capek, habis masak, ngurus anak. tapi masih bisa tuh ke sini luangin waktu." sahut seorang ibu di depan saya.

"udah ni, jangan di dengerin." bisik tetangga depan rumah ke telingga saya. saya hanya mengangguk dan membalas senyuman.

remuk, hancur, pedih rasanya di caci maki seperti itu dan mereka anggap semua itu lulucon karena setiap mereka berbica diakhiri dengan tawa kecil. Saya tahan air mata yang ingin tumpah. Air mata saya ga cocok untuk mereka liat. Saya strong kok.. *menguatkan diri.*

hampir 1 jam saya ditempat itu mendengarkan mereka bergosip ria. seakan ga ada yang tersakitin dari ucapan mereka. Akhirnya saya pulang. Lari sekencang-kencangnya agar cepat sampai rumah. Dan menangis sejadi-jadinya di rumah. Mamah yang melihat saya langsung nangis pun bertanya-tanya.

"kenapa ni?, kamu diapain sama mereka?" ucap mamah khwatir. dan saya menjelaskan semua yang saya dengar disana.

"ih mereka itu yah.. mereka itukan ibu-ibu sedikit kerjaannya. bisa punya waktu buat kumpul bergosip segala macam. nah kalo mamah kan punya waktu luang seringnya di pakai buat istirahat. yaudah bulan depan datang ke arisan langsung terus mamah bilangin kejadian ini." sambil mengelus-ngelus punggung diani.

"jangan mah, ga enak sama mereka.."

"ih biar merekanya kapok ni."

tak ada tanggapan dari diani. dia melanjutkan tangisannya.

*seharusnya prilaku dan perkataan bisa mereka jaga, karena tidak pantas jika hal seperti terjadi dan di dengar untuk anak-anak seperti kami. Bisa saja kelak kita meniru atau malah membenci orang yang telah berkata kasar terhadapnya. Tapi satuhal, dimanapun kamu berada buat orang lain menjadi positif bukan negatif. jangan luap kita tidak tahu perasaan seseorang. apakah mereka seneng atau tidak dengan ucapan yang bernada candaan. hati seseorang tidak ada yang tau. maka jagalah lisanmu.

No comments:

Post a Comment